Suramadenusra

Pasca pandemi COVID-19, pertumbuhan industri digital kesehatan semakin pesat khususnya di bidang telekesehatan. Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dalam membentuk kebijakan untuk menentukan standar kualitas pelayanan yang harus dipenuhi oleh pelaku industri telekesehatan di Indonesia.

Hal tersebut disampaikan oleh Setiaji sebagai Staf Ahli bidang Teknologi Kesehatan sekaligus Chief of Digital Transformation Office (DTO) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dalam acara Konferensi Pers ‘Pengumuman Pemberian Rekomendasi pada Program Regulatory Sandbox Klaster Telekesehatan’ yang diselenggarakan secara daring pada Jumat, 3 Mei 2024.

“Tak dapat dipungkiri, kemajuan inovasi akan lebih cepat dibandingkan dengan lahirnya sebuah kebijakan. Meski begitu, inovasi harus memenuhi standar dan kepatuhan untuk menjamin kualitas perlindungan masyarakat. Regulatory Sandbox menjadi solusi dalam menjawab tantangan untuk memastikan inovasi dilakukan sesuai standar yang berlaku,” tutur Setiaji.

Tak hanya sebagai mekanisme pengujian dan penilaian standar dan kepatuhan, program Regulatory Sandbox Klaster Tele kesehatan juga dimanfaatkan untuk merumuskan panduan dan rekomendasi kebijakan yang berbasis pada bukti.

Dalam konferensi pers yang diselenggarakan terdapat hasil 12 rumusan pedoman dan rekomendasi yang telah disusun. Di antaranya terkait mutu pelayanan, mekanisme pengawasan, keamanan data, keselamatan pengguna, dan lainnya. Hal tersebut akan digunakan untuk proses penyelarasan dalam penyusunan regulasi kedepannya. 

“Hal ini diharapkan dapat membantu pemerintah dalam menerapkan standar di segala aspek di layanan telekesehatan. Sehingga industri dapat memberikan manfaat yang lebih optimal, sehingga masyarakat sebagai pengguna layanan dapat terlindungi,” tutur Setiaji.

Pemberian Rekomendasi dan Status ‘Dibina’

Setelah melewati beberapa tahapan untuk melakukan penyesuaian pada aspek layanan dan tata kelola, Kemenkes RI secara resmi mengumumkan 6 penyelenggara inovasi digital kesehatan (IDK) yang berhasil mendapatkan rekomendasi penuh dan label ‘Dibina’ pada program Regulatory Sandbox Klaster Telekesehatan.

Enam penyelenggara IDK tersebut diantaranya Good Doctor, Halodoc, Alodokter, Sirka, Sehati TeleCTG, dan Naluri. Selanjutnya, enam penyelenggara IDK tersebut akan mendapatkan pembinaan dari Kemenkes RI dan berhak menggunakan logo ‘Dibina oleh Kementerian Kesehatan RI’ pada media publikasi yang diterbitkan.

“Penyelenggara IDK yang terpilih diharapkan menjadi contoh bagaimana sebuah inovasi teknologi berjalan, sehingga dapat memotivasi yang lainnya untuk menerapkan standar yang sama atau lebih baik,” tutur Setiaji.

Enam penyelenggara IDK ini telah mengikuti seluruh tahap pengujian Regulatory Sandbox Klaster Telekesehatan mulai dari status ‘Tercatat’, ‘Diawasi’, hingga status ‘Dibina’.

Rencana Tindak Lanjut

Setelah sukses pada acara pertamanya, Kemenkes RI berencana untuk melakukan perluasan cakupan pengujian inovasi digital kesehatan melalui kebijakan Sandbox Kesehatan. Kedepannya program ini akan mencakup pemanfaatan produk, layanan pengembangan inovasi digital kesehatan baru (Innovation Lab), dan layanan inovasi digital kesehatan yang telah ada (Industrial Lab).

“Kami berharap pengembangan ini kedepannya akan menghasilkan produk sandbox yang lebih luas, berupa rekomendasi dan kebijakan, perluasan pemanfaatan, hingga melahirkan inovasi-inovasi baru di bidang layanan kesehatan lainnya,” tutur Setiaji.

Berbeda dengan sebelumnya yang ditujukan pada satu klaster yaitu telekesehatan, Program Sandbox Kesehatan akan dilaksanakan terhadap berbagai klaster inovasi lain sesuai tren perkembangan industri inovasi digital kesehatan yang ada di Indonesia.

Apakah Penggunaan RME Dapat Mempengaruhi Akreditasi Faskes? Simak Selengkapnya